Kamis, 10 Februari 2011

keterasingan


Bintang memandang aneh ke seluruh ruangan. Ruangan yang dulu sering digumulinya dan seperti rumah sendiri mendadak asing baginya. Memang susunannya masih sama. Komputer masih pada tempatnya. Sofa pun masih pada tempatnya. Bahkan sarang laba-laba pun masih pada tempatnya. Tapi Bintang merasa asing.
Beberapa orang datang menyambutnya, bergabung dengan dirinya yang duduk di sofa sementara mereka meninggalkan kesibukan barang sejenak. Sementara yang lainnya memilih tetap sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
“Apa khabar?”, tanya salah seorang diantaranya. “Sudah lama tidak maen kesini.”. Tak pelak lagi sapaan kaku dan sekedar basa-basi yang ditangkapnya. Bintang tahu, bahwa mereka berusaha untuk tetap ramah kepadanya seperti dahulu kala. Bintang pun tahu, bahwa mereka ingin mengesankan seolah-olah tidak terjadi perubahaan apapun dalam kehidupan di ruangan ini. Masih sama seperti dahulu. Tapi sekaligus juga Bintang melihat ada keterasingan, yaitu keterasingan dirinya dengan ruangan ini.
Bintang mencoba mengolah apa yang sesungguhnya terjadi. Apakah ruangan ini yang mencoba mengasingkan dirinya atau justru penduduknya yang memang sudah menjadi asing setelah beberapa bulan tidak berinteraksi dengan dirinya. Beberapa joke mencoba dilemparkan. Dan merekapun tertawa. Tapi joke itu terkesan asing dan kuno. Dan tawa itupun hambar.
***
Sejujurnya Bintang merasa mulai terasing justru ketika ruangan itu ada. Ruangan sederhana yang disekat sebagai ruang kerja, dan ditata dengan baik lengkap dengan segala fasilitasnya. Dan kemudian orang-orang lain mulai mengenal ruangan itu sebagai tempat bekerja, dan order pun mulai datang. Order-order itu mulai membuat orang yang berada di ruangan itu menjadi sibuk bekerja. Sejak saat itulah mereka mulai mengenal yang namanya sepesifikasi, deadlineinvoicepayment dan tentu saja komplain. Sistem kerja menjadi teratur meskipun sebenarnya para penghuni ruangan itu mempunyai hak mengelola waktunya masing-masing.
Tadinya Bintang memandang pergerakan itu secara positif. Personel-personel yang biasanya bekerja bak seniman, sak karepe dhewe, mulai menjadi teratur. Penghasilan merekapun menjadi teratur. Dan yang pasti, merekapun mulai belajar tanggung jawab sebagai insan profesional.
Tapi efek selanjutnya adalah siapa yang mempunyai kemampuan, siapa yang mempunyai keahlian akan menjadi lebih eksis. Sementara yang selama ini masih menganggap itu sebuah kelompok bermain, paguyuban, akhirnya pelan-pelan mulai tersisih, mulai terpinggirkan, tidak lagi profesional dan efektif. Bahkan untuk jatuh cinta sampai efek-efeknya pun menjadi suatu kebodohan akut. Dan lebih parahnya, ketika semuanya yang menjadi pengalaman batin dan sebagai pembelajaran diri sendiri, mulai berani diungkapkan sebagai penghakiman, mulai diungkapkan sebagai sebuah kritik terhadap teman tanpa menjadi ragu itu adalah masalah yang sensitif dan melukai.
***
Bintang merasa bersalah, mengapa ada keterputusan dengan ruangan itu selama beberapa waktu. Namun realitas kesibukannya sebagai seorang buruh yang tentu saja dituntut sikap profesionalisme, mau tak mau menyita waktunya. Dan keterputusan itu adalah sesuatu yang alami.
Bintangpun tak menyalahkannya, ketika sapaannya di media sosial dianggap hambar dan hanya dianggap basa-basi. Bahkan joke-jokenya yang dulu dengan ringan menjadi derai tawa yang menyenangkan ternyata sekarang hanyalah sampah dan hanya sebagai penghibur dirinya sendiri. Bahkan lebih parahnya, sapaan yang dimaksud untuk menjalin persahabatan ternyata bertepuk sebelah tangan! Yah, mungkin Bintang sudah menjadi kuno, tertinggal dan basi di ruangan ini, sama seperti sepotong singkong yang ditawarkan kepada seseorang yang sudah mampu membeli pizzahamburger dan caramel cappucino.
“Sudah, jangan terlalu dipikirkan.”, kata Teguh yang mencoba menghibur Bintang. “Dulu mereka menerima singkong karena mereka masih bingung. Tapi sekarang mereka mungkin baru merasakan mblengersetelah makan pizza campur hamburger dan minum caramel cappucino.” (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar